Jika kita berbiara tentang pendidikan islam maka tak lepas dari kata At-Tarbiyah yang mana keduanya memiliki arti yang sama, yakni sebuah proses pembelajaran
yang akan menghasilkan kondisi yang lebih baik dari hari ke hari. Mengutip
pernyataan al-Ghazali: Pendidikan tidak hanya terbatas pada ....
pengajaran semata.
Si penanggung jawab berkewajiban mengawasi anak dari hal sekecil dan sedini
mungkin. Ia jangan sampai menyerahkan anak yang berada di bawah tanggung
jawabnya untuk diasuh dan disusui kecuali oleh perempuan yang baik, agamis, dan
hanya memakan sesuatu yang halal….”. Beliau juga menyampaikan: pendidikan itu
mirip seperti pekerjaan seorang petani yang menyiangi duri dan rerumputan agar
tanamannya bisa tumbuh dan berkembang dengan baik.”
Melihat luasnya cakupan pendidikan
islami maka kita akan disadarkan bahwa yang berperan sebagai pendidik yang
sebenarnya adalah kedua orang tua dan keluarga. Pembentukan pribadi yang
berkarakter dengan konsep pendidikan islami lahir dari keluarga.
Karakter anak terbentuk semenjak
dini, bukan sebuah proses yang tiba-tiba. Akan tetapi karakter anak itu
terbentuk ketika sejak dalam kandungan ibu. Bahkan ada yang mengatakan bahwa
karakter anak terbentuk sejak pemilihan siapa ibu dan bapaknya. Oleh karena
itu, konsep pendidikan islami sangat menekankan pentingnya pendidikan usia dini
yang mengajarkan kepada anak beberapa hal mendasar terkait akidah dan akhlak.
Langkah untuk menanamkan pendidikan
Islami pada Anak
1. Mendidik Anak untuk Bersyukur
Mensyukuri segala karunia yang Allah
berikan dimulai dari keteladanan kedua orang tuanya. Hal pertama dan senantiasa
harus ditanamkan adalah kesyukuran atas nikmat iman dan Islam. Karena, jika ruh
syukur ini sudah dimiliki, apapun bentuk karunia-Nya akan selalu bermuara pada
hati yang ridha.
Hal yang tak boleh diabaikan adalah
kesadaran anak bahwa keberadaannya juga sebagai wujud karunia yang harus
disyukuri sehingga ia bisa diterima apa adanya dalam lingkungan keluarga.
2. Mengajarkan Tauhid yang Benar
Tauhid adalah ruh dari pendidikan
islami. Jika tauhid anak tidak dikuatkan sejak kecil, akan berpengaruh pada
usia remajanya dan akan dikhawatirkan berakibat pada syirik, sementara dosa
syrik tidak akan diampuni Tuhan. Allah berfirman dalam Alquran:
Sesungguhnya Allah tidak akan
mengampuni dosa syirik dan dia mengampuni segala dosa yang selain dari (syirik)
itu, bagi siapa yang dikehendaki-Nya. Barangsiapa yang mempersekutukan Allah,
Maka sungguh ia telah berbuat dosa yang besar,” ( Q.S. an-Nisa: 48).
3. Berakhlak baik
Mengajarkan anak mengenai akhlak baik
terhadap kedua orang tuanya penting untuk membangun karakter anak. Ajarkan
ia berlaku baik bahkan ketika harus berbeda pendapat serta berlemah lembut
ketika berbicara dan bersikap. Namun demikian, ketika masalah akidah dan
ketaatan kepada Allah Swt. tetaplah tak dapat ditawar-tawar. Ketaatan kepada
makhluk, meskipun itu pada ibu dan bapak, tak boleh mengalahkan ketaatan pada
Allah Swt.
Akhlak baik juga ditanamkan kepada
orang lain. Bahkan kesadaran untuk berlaku baik diiringi dengan pemahaman bahwa
pengawasan Allah Swt. takkan luput meski amal baik maupun buruk itu hanya
bernilai sebesar biji zarrah. Pendidikan islami menjadikan akhlak sebagai tolak
ukur kematangan berakidah.
4. Mengajarkan Salat
Kewajiban salat tak boleh lalai
untuk diperintahkan kepada anak. Tentu perintah itu sendiri bukan sekadar
menyuruh melainkan telah ada keteledanan dan upaya sadar disertai kesabaran
dalam proses pemahaman kepada anak sehingga kewajiban salat menjadi sebuah
kebutuhan anak seiring tumbuh kembangnya. Rasulullah bersabda,
“Suruhlah anak-anakmu shalat bila
berumur tujuh tahun dan gunakan pukulan jika mereka sudah berumur sepuluh tahun
dan pisahlah tempat tidur mereka (putra-putri),” (H.R. Abu Dawud).
Betapa menyuruh pun perlu proses.
Sebab, sebelum umur tujuh tahun, anak sudah diajari, diajak, dan dikenalkan
hakikat shalat. Bukan waktu yang sedikit untuk menjadikan anak siap untuk
mendapatkan perintah. Oleh karena itu, dibutuhkan kesabaran dan ketekunan luar
biasa dari orang tua. Sehingga, untuk urusan memukul atau memberi hukuman pun
baru dianjurkan di usia 10 tahun. Pastinya pukulan dan hukuman yang diberikan
harus tetap dalam koridor pendidikan islami.
5. Mengajarkan untuk Amar Ma’ruf
Nahi Munkar
Ketika keluarga sudah mampu menjadi
sentral bagi pendidikan islami maka dari keluarga juga anak dipersiapkan untuk
bisa berinteaksi dengan anggota masyarakat dengan cara bertanggung jawab. Suasana
yang kondusif harus dibangun agar kebiasaan untuk saling mengingatkan terhadap
kelalaian siapa pun dan mencegah terjadinya kemungkaran oleh siapa pun menjadi
karakter dasar anak di kemudian hari.
Iklim ini bisa dibangun apabila
orang tua mampu bersikap egaliter tanpa harus kehilangan kendali terhadap
fungsinya sebagai pendidik. Karena pendidikan islami berlangsung di sepanjang
waktu, dalam kehidupan sehari-hari.
6. Mengajarkan Rendah Hati
Menekankan kepada anak agar tidak
bersikap sombong, berlaku lemah lembut, dan rendah hati. Meminta maaf jika
salah, meminta ijin dan meminta tolong jika berkepentingan, serta mengucapkan
terima kasih jika mendapatkan bantuan sekecil apa pun merupakan cara mendidik
yang terbukti efektif untuk menumbuhkan karakter anak yang santun.
Pendidikan Islami Berdasarkan Asah,
Asih, dan Asuh
Pendidikan usia dini yang merupakan
basis pembentukan karakter anak yang bertanggungjawab terhadap kehidupannya.
Untuk optimalisasi hasilnya, metode yang digunakan harus pas. Tokoh pendidikan
Indonesia Ki Hajar Dewantara memberikan konsep pendidikan yang bisa diadopsi
dalam pendidikan islami, yakni konsep asah, asuh, dan asih.
1. Pola Asah
Pola pendidikan ini merawat dan
mengasah kemampuan anak sehingga segenap potensi positifnya bisa muncul dan
dapat dioptimalkan secara konsisten dan berkesinambungan. Usia emas anak (0
sampai dengan 6 tahun) merupakan masa yang diyakini bahwa 80% otak anak
berkembang pesat.
2. Pola Asih
Pola ini menekankan hubungan batin
antara anak dan orang tua serta keluarga yang harmonis. Ikatan batin yang
tercipta berlandaskan pada rasa kasih sayang. Jika pola asih ini diterapkan
dalam pendidikan islami secara tepat, akan menjadikan anak cerdas emosi. Karena
kecerdasan emosi memegang peranan sangat penting bagi masa depan anak
keberadaannya bisa memberi manfaat maksimal bagi masyarakat.
Memberikan pujian, penghargaan, dan
tanggung jawab sesuai dengan usia dan kemampuan anak akan menstimulasi
kematangan dan kecerdasan emosi anak.
3. Pola Asuh
Pendidikan islami menekankan pola
ini dengan menitikberatkan pada asupan gizi, kelayakan sandang, dan tempat
tinggal yang layak bagi anak. Memastikan bahwa makanan yang baik dan halal saja
yang dikonsumsi anak serta fasilitas yang selaras dengan kaidah syari, yaitu
tidak berlebihan dan bersahaja.
Kesinergisan pola asah, asih dan
asuh akan menjadikan tumbuh kembang anak optimal, cerdas secara emosi,
spiritual, sehat jasmani, dan rohani.
Apabila orangtua komitmen terhadap
pendidikan islami bagi putra putrinya, maka akan terbentuk karakter anak yang
kuat dan unik di setiap orangnya, karena masing-masing anak memiliki corak
kepribadian yang berbeda. Namun, kuat dan uniknya karakter telah ter-shibghoh
(terwarnai) dengan keshalehan pribadi yang mampu menshalehkan diri dan
lingkungannya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar