Dalam film “Lima Elang”
terbukti bisa menghibur juga untuk penonton dewasa, menjadikan film yang
ceritanya ditulis Salman Aristo ini sebuah sajian film keluarga yang menghibur
untuk semua, tidak hanya anak-anak. Ok, karena ini film anak-anak, sudah
sewajibnya menokohkan anak-anak sebagai peran utama. Nah film ini pun tidak
hanya “asal” menaruh anak-anak sembarangan di depan kamera, selain itu ....
juga saya
setuju dengan pemilihan wajah-wajah baru, Rudi terampil dalam memilih siapa
yang akan memerankan siapa, termasuk juga memaksimalkan akting mereka.
Hasilnya anak-anak ini mampu melakonkan karakternya dengan lepas dan natural,
termasuk Christoffer Nelwan yang memerankan Baron, satu dari lima elang yang
aktingnya paling menonjol di film ini. Baron ini bisa dikatakan karakter kunci,
karena kebanyakan konflik akan berasal dari dirinya, dan persahabatan lima
elang pun makin hidup berkat keberadaan anak yang diceritakan baru saja pindah
dari Jakarta ke Balikpapan.
Di tempat baru inilah, Baron
bertemu dengan Rusdi (Iqbaal Dhiafakhri Ramadhan), Aldi (Bastian Bintang
Simbolon), dan Anton (Teuku Rizky Muhammad). Awalnya tentu saja Baron lebih
memilih untuk menutup diri dari lingkungan dan teman-teman barunya, dan sibuk
dengan hobinya, bermain mobil remote control. Namun sebuah event
perkemahan pramuka menyatukan mereka, Baron mau tidak mau, suka tidak suka
harus ikut, didorong oleh “agenda pribadi” akhirnya Baron mau bergabung dengan
Rusdi yang tampak paling bersemangat jika berbicara soal pramuka. Acara
perkemahan pramuka yang diikuti oleh sekolah-sekolah lainnya ini, perlahan
memupuk tali persahabatan diantara Rusdi, Baron, dan kawan-kawan, walaupun
terkadang mereka masih saja berselisih paham, begitu juga Baron yang masih saja
“dingin” merespon kebaikan-kebaikan Rusdi. Walaupun mereka masih belum bersatu banget,
tapi keinginan mereka sama, untuk bisa menjadi regu yang terbaik di perkemahan
tersebut. Apakah regu elang mampu menjadi pemenang?
Kok hanya empat anak? katanya
“Lima Elang”, di perkemahan tesebut nantinya, Baron dan kawan-kawan akan
bertemu dengan Sindai (Monica Sayangbati), bisa dibilang anak perempuan
“pemberontak”, yang capek di regunya sendiri, yang dibilangnya terdiri
dari anak-anak manja, maka nantinya bergabunglah Sindai dengan mereka, itupun
disatukan secara kebetulan. Seperti saya bilang di awal paragraf, “Lima Elang”
adalah film anak-anak yang “bebas”, yup bagaikan seekor elang yang dengan bebas
mengepakan sayapnya untuk terbang tinggi di langit. Bersama dengan anak-anak di
film ini, kita bisa merasakan feel kebebasan itu, film ini tidak
terikat oleh beban untuk menyampaikan petuah-petuah pesan moral, tapi
membiarkan penontonnya untuk menyerap sendiri pesan-pesan yang ada diantara
permainan dan petualangan seru yang disajikan. Terutama tema pramuka yang
diangkat oleh “Lima Elang”, betul-betul dimanfaatkan oleh film ini untuk
memberi jawaban jika pramuka itu ternyata fun, bagi penonton dewasa
pastinya akan diajak untuk kembali mengenang masa-masa sekolah, ketika masih berseragam
pramuka dan berlatih simpul. Begitu juga saya, gini-gini juga pernah
ikut pramuka, walaupun hanya senang ketika waktunya berkemah saja, sedangkan
membuat tenda saja tidak becus.
Pramuka disajikan dengan
sangat seru, bersama dileburkan dengan baik dalam lika-liku persabatan antara
Baron dan kawan-kawan. Sisi sinematografi pun diperhatikan dengan baik, Arief
Pribadi mampu menghasilkan gambar-gambar yang nyaman dipandang. Well
untuk urusan teknis bisa dibilang “Lima Elang” cukup jempolan, tidak kacangan
dalam mengemas sebuah film anak-anak. Termasuk juga dalam urusan mengolah mood
kita-kita yang menonton, saya sedang berbicara soal musik di film. Aghi
Narottama dan “regu”-nya di departemen musik tahu betul bagaimana menyesuaikan
musik yang tepat dari satu adegan ke adegan yang lain. Ketika gambar bergerak
dengan seru, musik yang menemani pun dipastikan pas di telinga, menghasilkan
suasana mood yang juga seru. “Lima Elang” tidak perlu cerita yang ribet,
film anak-anak dengan kisah sederhana tentang pramuka dan persahabatan yang
dikemas dengan menarik, didalamnya ada intrik yang membuat emosi kita ikut
terbawa, dan ada cerita-cerita manis yang membuat kita tersenyum. Rudi telah
mengajak kita bermain dalam filmnya, tidak memaksa anak-anak untuk mendengar apa
yang ingin disampaikan tapi membiarkan penonton cilik untuk bisa belajar
sendiri, lewat keseruan pramuka. “Lima Elang” adalah film keluarga yang selama
ini dinantikan, menyenangkan, lucu dan juga menghibur, kelima anak yang bermain
dalam film inipun telah menghadirkan performa yang hebat… tidak sabar untuk
melihat aksi elang selanjutnya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar